Senin, 30 November 2015

Surat Untuk Tia

kepada kamu,
bagaimana kabarmu? apa harimu kau jalani dengan baik-baik saja? apa kau terus merasakan kebahagiaan? ya, aku harap begitu. mungkin surat ini sedikit aneh bagimu, sebab kau mungkin akan bertanya kenapa aku menulis surat ini untukmu sedangkan kita hampir setiap hari bertemu bahkan terkadang kita duduk bersebelahan.
 

ya, aku menulis surat ini untukmu, sebab aku sadar belakangan ini aku tak pernah mengajakmu ngobrol walau hanya sekedar basa-basi biasa yang aku tidak tahu seberapa pentingnya itu. jujur, aku tidak benar-benar bisa melawan rasa gengsi untuk menyapamu, untuk itulah kutulis surat ini untukmu, ya, untuk kamu, Tia..

aku masih ingat ketika kita baru saling kenal, kau selalu tersenyum ketika akan menjawab pertanyaan dariku yang sontak membuat dahiku berkerut karena bingung dengan tingkahmu. kau pun sering memotong pembicaraanku dengan sedikit candaan yang mampu membuatku tersenyum tipis walau agak menyebalkan. entah kenapa aku tak butuh banyak waktu untuk bisa merasa nyaman denganmu ketika ngobrol dan berbagi cerita saat itu. 

aku pun masih ingat, tempat-tempat mana saja yang pernah kita datangi untuk tempat kita bercerita dan saling tersenyum satu sama lain.
 
apa kau masih ingat sebuah tempat makan sederhana yang tak jauh dari tempat kontrakan mu yang sempat kita datangi di kala malam mulai menggelapi langit? ketika itu, kau memakai jaket jeans yang cukup tebal untuk melindungi tubuhmu dari dinginnya udara setelah turun hujan. dan kala itu kau melepas kerudung yang biasa kau kenakan saat kuliah, hingga rambutmu yang sampai ke bahumu terlihat cukup indah, lurus, dan rapih.

 
"baru selesai keramas, lagian, cuma keluar gak jauh dari sini, kan."


ya, itulah jawabanmu setelah kutanya mengapa kau tidak mengenakan kerudungmu. 

"jadi, kamu memutuskan untuk berhijab ketika baru masuk kuliah? aku pikir sudah dari dulu" 

"iya, baru-baru ini, dan itupun cuma ke kampus. dan teman-teman SMA aku dulu pada kaget pas tahu akhirnya aku berhijab, hehe" 

"tapi, jujur, kamu lebih enak dipandang kalau kamu pakai kerudung dibanding enggak, percaya deh" 

itulah percakapan yang paling aku ingat dari sekian banyak kalimat yang kita ucapkan malam itu. aku ingat sekali reaksimu ketika aku bilang bahwa kau lebih menarik dipandang jika kau mengenakan kerudung, kau tiba-tersenyum dan terdiam beberapa menit. jujur, kalimat itu kuucapkan benar-benar dari dalam hati, dan bukan sekedar kalimat rayuan untuk membuatmu tersenyum. 

ya, aku mengingat moment itu dengan baik sekali, sebab moment itu kusimpan di salah satu sudut memori otakku yang akan selalu ku jaga baik-baik. tapi, apa kau mengingatnya juga? entahlah, yang jelas, malam itu sangat kunikmati sekali dan ditambah melihat senyumanmu yang membuatku tak ingin melepas pandanganku kepada lengkungan indah itu. 

teruntuk kamu, maaf jika belakangan ini aku sangat jarang sekali menyapamu. bukan aku tak ingin, tetapi rasa gengsi yang kurasakan benar-benar membuat bibirku kaku hanya untuk sekedar memanggil namamu. 

ketahuilah bahwa aku tak pernah memendam rasa benci kepadamu, tidak sedikitpun. sebab aku menyadari bahwa kau adalah salah satu wanita yang pernah menjadi alasanku untuk selalu tersenyum dan semangat menjalani kegiatan hari demi hari. 

sekarang, hari demi hari yang kita lalui sudah tidak seperti dulu. kita sibuk dengan urusan masing-masing. dan tetap saja aku tidak mampu bertanya bagaimana urusanmu, bukan karena gengsi, tetapi karena aku tahu, kau paling tidak suka ditanya mengenai urusanmu. mungkin itu juga jadi salah satu penyebab kenapa aku tak pernah menyapamu belakangan ini, selain rasa gengsi yang menguasai. 

kalau dipikir, aneh sekali. dua orang yang hampir setiap hari bertemu bahkan terkadang duduk bersebelahan, namun tidak saling menyapa. malah terlihat seperti dua orang yang tidak saling mengenal. 

berdekatan tapi berjauhan. ya, itulah kalimat yang cukup pantas untuk menggambarkan kisah kita saat ini.

terimakasih telah menjadi wanita yang mampu kujadikan alasan mengapa aku tersenyum, bahagia, bahkan menangis. terimakasih atas luka, dan goresan-goresan kecil yang kau tinggalkan di dinding ruang hatiku, terasa sakit, perih, namun tetap tidak mampu membuatku membencimu, tidak sedikitpun. berbahagialah kau selalu dengan apapun yang kau dapatkan, bersama siapa, dan bagaimanapun caranya. kuharap kau akan selalu tersenyum, akan selalu bahagia. 

dariku, yang selalu mendoakanmu


Bandung, 30 November 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar